Rabu, 31 Oktober 2012

Mencari Ikon Jambi

Noprizal, S.HI*

Tak lengkap jika kita berkunjung ke Ibukota Jakarta tanpa Mengabadikan Monumen Nasional (Monas), begitu pun jika kita bertamasya ke Negeri Jiran Malaysia, tanpa mengabadikan menara kembar Petronas. Atau salah satu contoh terdekat saja, jika kita tidak mengabadikan kegiatan‑kegiatan kunjungan di Jam Gadang Bukit Tinggi, begitu juga Kota Palembang dengan Jembatan Amperanya.
Lantas apakah kabupaten‑kabupaten di Provinsi Jambi tidak memiliki ikon seperti itu? Tentu ada, kita memiliki banyak ikon yang layak jual, namun sayang tidak dikemas, dan dipromosikan dengan layak.
Kita mulai dari kabupaten paling barat Provinsi Jambi yaitu Kerinci, sebelum dimekarkan, tentunya memiliki sebuah tugu perjuangan di tengah ibukotanya Sungaipenuh, namun sama sekali tidak pernah dikemas dengan selayaknya, dan tentu saja hal itu tidak bisa menjadi nilai tambah untuk menarik minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Jika saat ini monumen yang terletak di jantung Kota Sungaipenuh sudah menjadi milik Pemerintah Kota Sungaipenuh, Kabupaten Kerinci tentunya masih memiliki satu buah monumen yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi, yaitu monumen Gempa Bumi tahun 1995 di desa Kota Iman Kecamatan Danau Kerinci.
Monumen Masjid yang terbentuk akibat bencana alam tersebut sayangnya juga tidak mampu membawa berkah bagi warga sekitar dan Kabupaten Kerinci khususnya. Apalagi untuk menjadi daya tarik wisata Kabupaten Kerinci.
Kini juga akan dibangun Jembatan layang di Kota Sungaipenuh, yang menghubungkan Kecamatan Sungaipenuh dengan Kecamatan Tanah Kampung dengan total anggaran yang akan dihabiskan sebesar Rp 35 Milyar disedot dari APBN 2012.
Selaku masyarakat yang berharap Sebuah Kota atau Kabupaten memiliki ikon yang terkenal, tentunya Jembatan layang yang saat ini sedang ditender itu bukan hanya berdiri kokoh untuk lalu lintas masyarakat Kota Sungaipenuh khususnya, namun mampu berdiri menjulang menjadi ikon Kota Sahalun Suhak Saltauh Bdei itu.
Kabupaten Merangin juga memiliki ikon yang tidak kalah dari kabupaten lainnya di Provinsi Jambi, Jam Gento yang memiliki lokasi yang sangat tepat, di kawasan Pasar Atas Kota Bangko, sepertinya hingga saat ini hanya mampu menjadi background baleho para bakal Calon Bupati Merangin.
Entah disulap bagaimana, sehingga Jam Gento yang jika kita lihat secara langsung menimbulkan kesan tidak terawat dengan tidak aktifnya jam tersebut, namun jika dilihat di dalam foto sungguh sangat membanggakan.
Malahan tidak jarang di beberapa media cetak dan media online memberitakan bahwa di lokasi Jam Gento saat ini disalahgunakan menjadi tongkrongan anak muda untuk berpesta miras. Tentunya sebuah monumen atau tugu yang diharapkan mampu menjadi ikon, bukan hanya diharapkan mampu menjadi tempat tongkrongan, melainkan mampu mendongkrak pemasukan daerah dan pemasukan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Begitu juga di Kabupaten Sarolangun, dengan jembatan uniknya yang biasa disebut Jembatan Beatrix dengan arsitektur Eropa yang berlokasi di jantung Kota Sarolangun, sepertinya lumayan memberikan arti.
Meskipun juga tidak banyak dikenal dan belum mampu menjadi ikon kenamaan, untuk warga yang tinggal di wilayah sekitar, cukup memberikan arti, di samping mampu menjadi pendongkrak ekonomi warga, juga jembatan yang meski saat ini tidak lagi menjadi jalur lalu lintas utama lagi, mampu menjadi pilihan lokasi wisata di sore hari bagi warga.
Di Kota Jambi juga memiliki monumen yang menyerupai monumen nasional yang tepat berada di persimpangan kantor Wali Kota Jambi. Di malam harinya, tugu itu selalu menjadi tempat tongkrongan anak muda menghabiskan malam sambil kebut‑kebutan liar.
Dengan dihiasi beberapa buah jam yang sama sekali tidak aktif dan berukuran besar. Sepertinya monumen yang ada tidak mampu berbuat banyak untuk menjadikan tempatnya berdiri lebih dikenal dan mendongkrak perekonomian.
Dari beberapa contoh di atas, penulis mencoba menyimpulkan, bahwa pembangunan monumen atau tugu di Provinsi Jambi masih kurang serius. Hal ini dibuktikan dengan tidak ada Monumen yang mencolok dan dibangun dengan target jangka panjang untuk lebih dikenal dan mampu memberikan pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, seperti membuka peluang usaha dan lain sebagainya.
Tidakkah kita iri dengan kunjungan wisatawan di Kota Bukit Tinggi, yang dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan ikon Jam Gadangnya, mampu mengantarkan Bukit Tinggi sebagai salah satu primadona wisata di Pulau Sumetara ini. Jika ada yang beranggapan bahwa Bukti Tinggi memiliki banyak objek wisata penunjang lainnya, apakah kita tidak sadar, Kabupaten Kerinci dan kabupaten lainnya di Provinsi Jambi ini juga memiliki objek wisata yang lebih eksotis dari pada Bukti Tinggi.
Namun sayang pengelolaan objek wisata di beberapa kabupaten di Provinsi Jambi ini belum dikelola secara profesional. Tidak susah untuk membuktikannya, hanya untuk mendapatkan sebuah souvenir dari satu objek wisata, sama sekali tidak akan didapat. Jauh berbeda dengan di jam Gadang Bukit Tinggi, atau di beberapa objek wisata lainnya di Provinsi lain, di bawah objek wisatanya, berjejer rapi para penjual baju, gantungan kunci, dan sejumlah souvenir lainnya.
Terlepas dari adanya pro dan kontra rencana pembangunan Jembatan Gantung yang menghubungkan Ancol Kota Jambi dengan Kota Jambi Seberang, sebuah harapan masyarakat cukup nyata jika jembatan tersebut benar‑benar dilaksanakan pembangunannya.
Begitu juga dengan rencana pembangunan Jam Gadang di RT 08 Kelurahan Arab Melayu, Kecamatan Pelayangan yang tepat berada di seberang rumah dinas Gubernur Jambi.
Dan teranyar adalah pembangunan Tugu Pers Nasional, dibangun di kawan Murni Kota Jambi, sebagai salah satu bukti sejarah pernah dilaksanakannya Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang akan dihadiri langsung oleh Presiden RI. Namun sayang, menurut hemat penulis, tugu tersebut hanya menjadi pelengkap dari event nasional saja.
Ada satu hal lain yang menjadi perhatian khusus penulis. Dari sejumlah monument, tugu, dan ikon lainnya di kabupaten‑Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi ini, terkesan sama sekali tidak terurus. Mulai dari cat yang dibiarkan luntur, tugu yang kehilangan huruf pada tulisannya, patung yang tidak berkuping dan masih banyak lagi bentuk‑bentuk  ketidak seriusan pemerintah dalam merawat tugu dan monument yang sudah ada pada saat ini. (*)

*Bekerja di Pengadilan Agama Bangko, Kabupaten Merangin

tulisan ini telah dimuat di Tribun Jambi - Senin, 6 Februari 2012 09:19 WIB (http://jambi.tribunnews.com/2012/02/06/mencari-ikon-jambi)


(admin @SensorDotCom)

Jokowi, Dahlan Iskan dan Wahyu Widiana


Jokowi, Dahlan Iskan dan Wahyu Widiana


Oleh: Noprizal, S.HI

Siapa Tak kenal dengan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta yang sangat fenomenal. Setiap langkah dan gerak-geriknya selalu menjadi santapan seluruh warga Indonesia. Bahkan mediapun tak henti-hentinya memberitakan semua aksi yang dilakukan oleh mantan Walikota Solo itu. 
Begitu juga dengan Dahlan Iskan, sosok sederhana yang lahir dari keluarga miskin di Magetan Jawa Timur ini, dengan tekun dan ulet merintis usaha media, kini berhasil dan dipercaya menjadi seorang menteri di Kabinet Indonesia bersatu jilid II  dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Dua sosok diatas sangat fenomenal, hampir dikenal samua orang, bahkan sampai ke anak-anak sekalipun. Semua kagum, apapun tindakan dan kebijakan yang diambilnya. Seolah tersihir untuk mengatakan semua tindakan dan kebijakan yang diputuskan pria yang selalu tampil sederhana tanpa kawalan ketat ini adalah sebuah pilihan tepat.
Jika sosok diatas memiliki banyak kesamaan, kita juga boleh menegok apa saja kesamaan dua nama diatas dengan sosok mantan orang nomor satu di Badan Peradilan  Agama.  Siapa yang tidak kenal dengan Wahyu Widiana, Dirjen pertama Badilag ini dikenal sebagai figur yang rendah hati dan dekat dengan bawahan, bahkan tidak membuat jabatan menjadi jurang pemisah antara satu dengan yang lainnya.

Tak Tonjolkan Gengsi

Tiga nama diatas merupakan sosok yang sama-sama tidak menonjolkan gengsi. Dan tidak menjadikan jabatan sebagai tameng untuk mendapatkan kemewahan dari uang Negara.  Jokowi misalnya hingga saat ini masih menggunakan mobil rental bernomor polisi hitam alias buka mobil mewah bernomor polisi merah dengan kawalan ketat anti macet.
Begitu juga dengan Dahlan Iskan yang juga merupakan Bos Jawa Pos, untuk urusan kendaraan, sama sekali tidak pernah membuatnya risih. Tidak ada kayu, akarpun jadi.  Tak menggunakan kendaraan dinas menurut orang nomor satu di BUMN ini merupakan bentuk dari mengefisiensikan anggaran di kementerian Negara itu, dan bukan pula dengan menggunakan mobil dinas dengan harga milyaran rupiah lantas membuat strata sosial menjadi naik.
Hal ini terbukti dari berkali-kalinya Dahlan Iskan menjadikan ojek, Kereta Api, dan kendaraan umum lainnya menjadi kendaraan yang mengantarkannya ke tujuan. Bahkan tidak jarang pula Dahlan Iskan mengambil alih tugas sopir dinas seorang pejabat. Itu membuktikan kalau Dahlan Iskan tidak terlalu peduli kepada yang namanya gengsi, melainkan tujuan yang akan dicapai.
Tentunya jika kemudi mobil sudah dikuasai oleh Dahlan Iskan, maka arah dan tujuan pastinya tidak akan bisa diatur oleh orang lain. Ketar-ketir semua perusahaan plat merah  merah yang ada dikawasan tersebut, tidak jelas perusahaan mana yang akan dituju.
Begitu juga dengan Wahyu Widiana, beberapa tulisan di pojok pak Dirjen membuktikan bahwa Wahdyu Widiana bukanlah pejabat yang menjadikan gengsi sebagai batasan antara pejabat dengan bawahannya.  Bahkan saat ditanyakan oleh tim Bawas saat mengaudit Badilag. Wahyu Widiana sama sekali tetap yakin dengan pendiriannya bahwa naik Kereta Api dan naik ojek itu sama sekali tidak akan menjadikan jabatan dan kehormatannya sebagai Dirjen Badilag luntur dan kehilangan marwah.
“Saya dengar, kalau ke kantor Pak Dirjen sering naik kereta api. Apa iya Pak?”, tanya salah seorang dari mereka kepada saya. Lalu saya iyakan. “Memang kenapa?’, tanya saya datar. “Sebaiknya Pak Dirjen tidak menggunakan Kereta Api. Kurang sesuai dengan kedudukan Bapak”, jawabnya lagi. “Lha, wong saya menyenanginya. Kereta itu berAC, tidak berdesakan, saya duduk dan hanya sekitar 40 menit di jalannya. Padahal kalau pakai mobil sendiri, macet, membuat stress dan lama. Bisa sampai 2 ½ jam”, kata saya meyakinkan mereka. “Maksud saya, khawatir keamanan Bapak kalau naik KA”, katanya lagi. Saya jawab, insya Allah aman. Siapa sih masyarakat umum yang kenal saya. Saya kan bukan orang terkenal. Kalaupun kenal, insya Allah mereka baik-baik. Saya tidak takut atau malu jumpa orang yang kenal ketika saya di KA atau sedang naik Ojek.
Kutipan ini membuktikan bahwa Wahyu Widiana sama sekali tidak ambil pusing membaur dengan menggunakan kendaraan umum bersama masyarakat dan mampu dengen tegas memberikan alas an agar tindakan yang dilakukannya dapat diterima oleh bawahan bahkan atasannya.
Sisi lain dari ketiga sosok yang penulis coba uraikan adalah enggannya menggunakan protokoler. Kita bisa melihat dari setiap kegiatan dan agenda yang dilakukan oleh tiga nama besar ini, sangat jarang tanpak kawalan ketat, apalagi jumlah ajudan yang banyak untuk menakut-nakuti warga yang menanti kehadiran orang terkenal itu.

Menghiasi Media dan Aktif Menulis

Jika Jokowi dan Dahlan Iskan selalu menjadi Tagline di media online dan cetak, hingga media elektronik  di Indonesia. Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, juga merupakan sosok yang paling  kuat pengaruhnya di media badilag.net. Dengan adanya badilag.net, tidak  ada lagi warga Peradilan Agama yang tidak kenal dengan Ahli Ilmu Falak ini. Sebagai pegiat Informasi Tekhnologi tentunya Wahyu Widiana selalu mendapat tempat di hati warga Peradilan Agama. 
Kehadiran tulisan-tulisan Wahyu Widiana di pojok Pak Dirjen selalu menjadi virus positif untuk warga Peradilan Agama di seluruh Indonesia. Hal itu juga dilakukan oleh Dahlan Iskan denganManufacturing Hope Dahlan Iskan yang dimuat oleh semua harian pagi di bawah naungan Jawa Pos Grup. Ibarat Infus, Pojok Pak Dirjen dan Manufacturing Hope adalah kekuatan baru dan inspirasi bagi semua kalangan.
Hobi menulis ini tidak dimiliki oleh semua orang, selain memiliki skill, menulis uuga membutuhkan waktu dan ide-ide segar dari sang penulis. Meski Jokowi tidak terlalu sering menampilkan tulisan di media-media, namun dari beberapa kali turun ke lapangan, jokowi selalu membawa alat tulis dan mencatat apapun yang dianggapnya penting.

Sama-Sama Memiliki Jurus Ampuh

Tiga pemimpin yang dikenal pekerja keras ini memiki sebutan yang sama terhadap langkah-langkah yang akan diambilnya kedepan “Jurus”. Tidak semua pemimpin memiliki jurus yang ampuh untuk menaklukkan lawan dan menundukkan pasangannya. 

Jokowi misalnya, memiliki tiga jurus untuk perbaikan kampung-kampung di Jakarta. Begitu juga dengan Dahlan Iskan dengan jurus-jurus jitu untuk mengatasi korupsi di BUMN. Tidak mau kalah, Wahyu Widiana juga melahirkan jurus-jurus menuju Badan Peradilan yang Agung. Salah satu jurus Wahyu Widiana adalah pengembangan IT.  Pengembangan ini menurut Wahyu Widiana merupakan salah satu upaya membantu percepatan visi mewujudkan Badan Peradilan yang Agung, karena dengan IT semua informasi dapat tersampaikan kepada publik.
Untuk jurus sederhana sekali  yaitu harus ada perhatian pimpinan dan dilakukan dengan konsisten.  Bentuk perhatiannya bermacam-macam bisa dalam bentuk memberikan penghargaan dan bisa juga dalam bentuk apapun, yang pasti dilakukan secara konsisten. 
Meski demikian, untuk dapat membandingkan atau mencari sisi kesamaan tiga tokoh besar tersebut membutuhkan waktu dan tidaklah mudah.  Yang penting, kita mampu dan bisa mengambil sisi positif dari ketiga sosok dan tokoh diatas. Namun patut digaris bawahi, Badan Peradilan Agama tidaklah terkena wabah kepemimpinan gaya Jokowi dan Dahlan Iskan, namun Badan Peradilan Agama telah terlebih dahulu memiliki pemimpin dengan gaya demikian ketimbang tenarnya dua tokoh diatas sebagai panutan masa kini.

sudah dipublish di Pojok Pak Dirjen badilag.net dan Website Resmi PTA Jambi http://badilag.net/pojok-pak-dirjen/13160-jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana-oleh-noprizal-shi--211.html serta http://www.pta-jambi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=298:jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana&catid=41:artikel&Itemid=61


Penulis Bekerja di Pengadilan Agama Bangko, aktif menulis untuk beberapa media online dan cetak di Provinsi Jambi, dan juga merupakan mantan wartawan Jawa Pos Grup.
 (Admin @SensorDotCom)