Jumat, 16 November 2012

Menunggu Format Baru “Mekkadilaga” PTA Jambi





           (Menyongsong Kesuksesan Penyelenggaraan Rapat Kerja Daerah )


                                                        Oleh : Noprizal, S.HI*


Tidak terasa aneh, mendengar kata Mekkadilaga, namun juga tidak pula sedikit yang hanya pernah mendengar namun tak mengetahui apa itu Mekkadilaga.

Mekkadilaga sendiri adalah singkatan dari Media Komunikasi dan Konsultasi Adminstrator Peradilan Agama. Tentunya meski di Pengadilan Tinggi Agama Jambi (PTA) sudah memiliki personil yang mampu berkreasi pada Mekkadilaga, namun tentunya belum memiliki format baku dalam pelaksanaan tugas dan pembagian wilayah kerjanya.

Berkaca pada suksesnya Rakerda PTA Jakarta yang digelar Maret 2012 lalu, peran Mekkadilaga tidak bisa dilepaskan begitu saja. Hal itu bisa dilihat dari sejumlah informasi yang disebarkan oleh 5 punggawa Mekkadilaga pada saat Rakerda tersebut berlangsung.

Menarik tentunya, pada saat Rakerda PTA Jakarta itu berlangsung, tanda tanya besarpun muncul dari setiap peserta Rakerda terhadap 5 sosok supporting unit Rakerda, dengan mengenakan baju jaket khusus bertuliskan Mekkadilaga PTA Jakarta, ke-5 orang tersebut langsung berpencar mengambil posisinya masing-masing. Ada yang hilir mudik di arena perhelatan, dengan menenteng kamera SLR nya dan selalu siap siaga mengambil setiap gambar yang patut diabadikan.

            Ada yang khusus bertanggung jawab pada mikropon, menyalakan infokus, bahkan ada yang menjadi guide koneksi internet peserta. Dan tentunya yang tidak kalah pentingnya adalah “tukang bakar kemenyan”.

Tanpa membakar kemenyan (penulis dan penyebar berita. red), maka aroma kemenyan yang tersimpan sama sekali tidak sampai kehidung warga Peradilan Agama di seluruh Indonesia. Tukang bakar kemenyan di Rakerda PTA Jakarta ini disiapkan khusus oleh Mekkadilaga sebanyak 2 orang. Berada di meja khusus, dua orang punggawa Mekkadilaga tersebut dengan khusuk dan pandangan tertuju pada laptop dan sekali-kali melihat ke sumber suara.

Pandangannya tertuju  laptop sembari jemarinya terus menari menuliskan sesuatu dari pandangan matanya dari  acara demi acara yang sedang berlangsung. Keduanya tak banyak bicara, terus menulis. Namun sesekali keduanya saling menoleh dan berbisik satu sama lain lalu tersenyum.

Panitia sendiri sengaja melibatkan Mekkadilaga untuk mensukseskan Rakerda, apalagi pada saat ini semua acara dilaksanakan dengan cara paperless.

Secara khusus Mekkadilaga menjadi supporting unit  di keseluruhan acara dalam penyediaan TI, terutama pembuatan portal online rakerda, peliputan, dokumentasi dan lain-lain.

Secara umum, keikutsertaan anggota Mekkadilaga di Rakerda ini terbagi 3  tugas. Pertama, sebagai tim pembuat Portal Rakerda. Kedua, sebagai penanggung jawab dalam pengisian konten portal, termasuk melakukan peliputan dan penyebaran berita melalui badilag.net ataupun facebook.  Jadi, tidak ada satu pun agenda kegiatan yang kita lewatkan dari pemberitaan. Maka dengan informasi yang kita publish terus menerus selama pelaksanaan Rakerda berarti kita telah memberikan kesempatan kepada warga peradilan di wilayah PTA Jambi yang tidak mengikuti Rakerda untuk mendapatkan informasi tentang Rakerda secepat mungkin.

Dan ketiga, tim pengambilan dokumentasi kegiatan. Kendati begitu, Mekkadilaga tetap pro aktif menjadi mitra yang bersinergi dengan panitia dalam  melayani keperluan peserta.

Di Jambi sendiri, menurut penulis, PTA Jambi sudah memiliki personil yang tangguh dan mampu untuk melaksanakan peran sebagai Mekkadilaga nya PTA Jambi. Hanya saja tinggal menunggu format dan semangat baru untuk dapat berperan sebagai Mekkadilaga. Ketika PTA lain mampu dan memiliki Mekkadilaga seperti yang diinginkan wahyu Widiana, kenapa Lantas PTA Jambi tidak memiliki supporting unit ini? Penulis juga meyakini bahwa selama ini dalam setiap agenda kegiatan yang digelar oleh PTA Jambi, tugas-tugas yang diemban oleh Mekkadilaga sudah dilakukan oleh tim yang ada di PTA Jambi, hanya saja tinggal melakukan penyempurnaan terhadap setiap kelemahan yang terjadi selama ini demi menuju Rakerda yang sukses.


Mendapat Apresiasi Pak Dirjen


“Sepak terjang” Mekkadilaga dalam rakerda tersebut juga mendapat apresiasi Dirjen Badilag kala itu, Wahyu Widiana, maupun Ketua PTA Jakarta, Khalilurrahman.

Wahyu Widiana menyebutkan bahwa Mekkadilaga selain mampu menyukseskan agenda kegiatan di lapangan, juga menjadi bagian penting dalam pengelolaan Laboratorium Siadpa yang diresmikan beberapa waktu lalu.

Bahkan kala itu, Dirjen yang kini sudah pensiun tersebut meminta agar Mekkadilaga bisa dibentuk secara nasional, dan setiap daerah memilikinya.

Tidak ada yang tidak mungkin untuk saat ini, jika PTA Jakarta mampu melakukan hal tersebut, tentunya PTA Jambi dengan semangat yang menggelora untuk menuju kemajuan pasti akan mampu berbuat demikian, bahkan bisa lebih dari pada yang telah dilakukan oleh PTA Jakarta.


Bravo PTA Jambi, Sukses Rakerda PTA Jambi 2012.


*Penulis Bekerja di Pengadilan Agama Bangko

Admin @SensorDotCom

Objek Wisata Kerinci, Tanggung Jawab Siapa?




                                                 Oleh: Noprizal, S.HI *
“Kontrak Objek wisata Aroma Pecco senilai Rp 45 juta, Air Terjun Telun Berasap senilai Rp 40 juta hingga saat ini belum disetor ke Kas daerah, padahal sesuai dengan perjanjian, uang kontrak harus diserahkan paling lambat 3 kali 24 jam setelah perjanjian dibuat. Sementara pihak ketiga mengaku sudah menyerahkan uang kontrak tersebut ke dinas, sedangkan untuk Danau Kerinci pihak ketiga telah menyerahkan uang senilai Rp. 150 juta namun hanya disetor ke kas daerah sebesar Rp. 100 juta , untuk lebih jelasnya kita tunggu kepala dinas, karena pengakuan pihak ketiga semua urusan sudah diserahkan ke kepala dinas,’’  (Jambi Ekspres, Sabtu, 25/08).
Objek wisata di Kabupaten Kerinci ternyata juga tidak lepas dari masalah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya temuan-temuan baru dari segala sisi. Termasuk salah satunya adalah kontrak kerjasama antara Pemda Kabupaten Kerinci  dengan pihak ketiga yang mengelola beberapa objek wisata di Kabupaten Kerinci  selama 10 hari yaitu dari tanggal 19 hingga 29 Agustus 2012 bertepatan dengan Lebaran Idul Fitri.
Sungguh miris fenomena yang terjadi saat ini, di tengah maraknya pemberantasan korupsi, masih ada oknum-oknum yang memanfaaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan. 
Alhasil semua retribusi yang dibebankan kepada pengunjung didongkrak dengan harga selangit oleh pihak ketiga. Hal ini tentunya menjadi keluhan tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan yang berasal dari Kerinci, bahkan dari luar kabupaten Kerinci, hingga wisatawan mancanegara.
Suatu contoh, untuk bisa masuk ke objek wisata Air Terjun Telun Berasap, harga tiket masuk sudah mencapai Rp 10 ribu rupiah,  sedangkan untuk parkir dipasang tarif termahal di dunia, yakni mencapai Rp. 15 ribu, tidak mustahil di objek wisata lainnya juga diberlakukan hal seruapa. Padahal sesuai dengan Peraturan Daerah yang ada harga tiket masuk hanya Rp 2 ribu untuk anak-anak dan Rp 4 ribu untuk  dewasa, sedangkan untuk parkir hanya Rp 2 ribu untuk roda dua dan Rp 4 ribu untuk roda 4.
Begitu juga di Danau Kerinci  harga tiket masuk juga melambung tinggi, untuk parkir roda dua bisa mencapai Rp 8 ribu rupiah, bahkan hanya melintas saja di jalan raya dari Sanggarang Agung menuju Desa Tanjung Batu pun, pengguna jalan harus mengeluarkan morogoh koceknya. Ini tentunya merupakan upaya keras dari pihak ketiga untuk mengembalikan modal kontrak yang sudah dibayarkan kepada pihak Dinas Disporaparbud, tentunya persoalan ini menjadi tugas besar bagi Pemda Kerinci.
Fenomena ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja, lambat laun, objek wisata di Kabupaten Kerinci akan menjadi ladang empuk untuk meraup keuntungan. Padahal objek wisata adalah salah satu sektor untuk yang sangat besar untuk pendapatan asli daerah.

Objek Wisata Yang Terbengkalai

Kabupaten Kerinci memiliki banyak objek wisata yang eksotis. Beberapa objek wisata itu telah memiliki nama dan dikenal di Indonesia bahkan di dunia. Namun hingga kini, objek wisata tersebut belum mampu mendongkrak jumlah pengunjung, apa sebenarnya yang salah?
Gunung Kerinci misalnya, selain merupakan gunung Tertinggi di Sumatera, juga merupakan Gunung Api tertinggi di Indonesia. Hal itu tentunya bisa menjadi nilai tambah bagi objek wisata di Kerinci.
Belum lagi objek wisata lainnya seperti Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh yang merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Raya, Kebun Teh Kayu Aro yang terbentang luas, Air Panas Semurup, Batu Besar, Masjid Agung Pendok Tinggi yang berdiri kokoh tanpa paku, air terjun telun berasap dan beberapa air terjun lainnya.
Meski memiliki banyak objek wisata, namun Kerinci dan Kota Sungaipenuh hingga kini belum juga bisa mendatangkan wisatawan dalam jumlah besar. Hingga kini jumlah wisatawan baik dari mancanegara maupun domestik yang datang berwisata ke Kerinci belum mampu menggambarkan bahwa Kerinci adalah kabupaten atau daerah tujuan wisata yang kaya akan objek wisata yang menarik itu.
Beberapa persoalan yang menurut penulis menjadi penghalang wisatawan untuk datang ke Kerinci antara lain adalah akses yang menghubungkan antara Kerinci dan Kota Sungaipenuh dengan ibukota Provinsi Jambi dan Sumatera barat, selain jarak tempuh, kondisi jalan yang selama ini masih penuh lubang juga menjadi alasan tersendiri.
Kendati demikian hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan mutlak, lantaran tidak sedikit objek wisata di dunia ini yang jarak tempuhnya sangat jauh dari pusat kota, namun tetap menjadi objek wisata tujuan utama dan bahkan menjadi nilai tambah tersendiri dan menjadikan objek wisata atau tujuan wisata yang kian menantang.
Persoalan pelik lainnya adalah tidak tersedianya penginapan yang memadai dan hanya membutuhkan waktu yang tidak lama dari objek wisata yang ada di Kerinci. Hal itu tentunya akan sangat menyulitkan para wisatawan untuk bermanja-manja dan menikmati panorama alam di Kabupaten Kerinci. Tentunya, kondisi itu menjadi pertimbangan tersendiri bagi wisatawan untuk menghabiskan masa liburnya di Ranah sakti alam Kerinci.
Bukan hanya itu saja, untuk mencari souvenir khas dari Kerinci pun cukup sulit. Jika pun ada yang bisa di dapat dengan mudah hanyalah dodol kentang di sepanjang jalan di Lubuk Nagodang dan Siulak. Bahkan karena tidak ada pilihan lain, wisatawan yang datang dari kota dan Kabupaten tetangga hanya bisa mendapatkan Kentang dan ubi.
Promosi tentunya tidak bisa dikesampingkan dari persoalan objek wisata yang hingga kini ditengarai diurus setangah hati ini. Berkali-kali digelar event nasional Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci (FMPDK) sama sekali bisa disebut tidak membawa efek yang terlalu besar bagi Kerinci. Bahkan FMPDK itu sendiri tidak lebih dari sekedar acara seremonial yang menghadirkan berbagai tamu dari luar daerah dan dibungkus dengan keramaian pasar malam.
Kita coba bandingkan dengan Provinsi Tetangga Sumatera Barat. Dengan objek wisata yang tidak jauh lebih menarik dari Kerinci, namun mampu menjadi tujuan wisata utama di pulau Sumatera ini. Dengan pesona danau Singkarak, Provinsi tetangga itu mampu menggelar event internasional, Tour de Singkarak, sebuah perlombaan sepeda internasional. Kenapa Kerinci tidak bisa menggelar hal tersebut? Padahal Kerinci juga memiliki danau dan jalan yang mengelilingi danau tersebut.
Jika itu di Sumatera Barat, kita mencoba melihat Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memiliki banyak objek wisata kenamaan. Terakhir kali penulis berkunjung Ke Bogor bulan Maret 2012 kemarin, Penulis mencoba membandingkan dengan Kabupaten Kerinci. Mulai dari Kebun Teh, apa sih unggulnya kebun teh di Bogor tersebut, dari segi luas, Kebun Teh di Kerinci juga tidak kalah luas dan menarik dari pada kebun teh di Bogor. Berbicara puncak, Kerinci dan Kota Sungaipenuh juga memiliki puncak yang yang bisa digunakan untuk wisata olahraga paralayang, Bukankah Bukit Kayangan bisa dimanfaatkan untuk pengembangan hal yang serupa, begitu juga dengan suhu udara yang ada di sana.
Taman safari dan beberapa taman yang dibuat oleh pengembang objek wisata merupakan salah satu point telak yang mengalahkan Kerinci dan Kota Sungaipenuh.  Namun hal itu tidak mustahil untuk di kejar. Kerinci yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam tentunya akan mampu menghadirkan wahana wisata seperti itu, asalkan mampu menggaet investor untuk menanamkan modalnya di Bumi sekepal tanah Syurga yang tercampak ke bumi ini.
Di Bogor penginapan yang disediakan di daerah puncak juga sangat banyak, dan yang tidak kalah pentingnya adalah hal yang sepele, berjejernya penjual buah tangan atau souvenir bagi pengunjung.
Objek wisata di Kerinci, jika tidak dikelola dengan baik, dan masih saja ada oknum yang melakukan hal serupa dengan kejadian diatas, maka jangan pernah berharap banyak potensi besar wisata di Kabupaten Kerinci akan mampu bersaing dengan daerah lain.

*Bekerja di Pengadilan Agama Bangko
 Admin @SensorDotCom
Note: tulisan ini telah dipublish di Harian Pagi Jambi Ekspres, Jawa Pos Grup pada Tanggal 06 September 2012

INSIDEN MERAH PUTIH, JANGANLAH TERULANG !


Oleh: NOPRIZAL, S.HI *        

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.
Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. Bendera tersebut sangat dihormati dan disakralkan di negara beribu pulau ini.
Namun berbeda dengan di Kabupaten Merangin, pada upacara peringatan HUT RI ke 67, pada 17 agustus 2012 lalu sang Merah Putih, ternodai dengan adanya aksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan melumuri bendera dengan darah. Hal ini tentunya membuat semua pihak gerah terhadap ulah pelaku yang dengan sengaja melecehkan bendera Negara tersebut.
Tak pelak, kejadian ini menjadi buah bibir di semua kalangan di Kabupaten Merangin, bahkan di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini, berbagai macam pandangan pun muncul, mulai dari perbuatan makar yang dilakukan oleh pihak tertentu hingga untuk merusak citra Pemimpin Merangin saat ini.
Bukan kali ini saja, Pemkab Merangin sebelumnya juga sudah permah kecolongan terhadap terhadap insiden Bendera. Dalam pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke 42 tingkat Provinsi Jambi bulan Mei lalu, terjadi insiden yang tidak terduga. Saat pengibaran bendera MTQ, ketika petugas Paskibra yang akan mengerek bendera, tiba-tiba talinya putus. Beruntung, bendera tersebut belum diikatkan kembali.
Akhirnya, seseorang terpaksa menaiki tiang bendera untuk mengambil ujung tali yang tertarik ke atas hingga lebih dari setengah tiang. Kondisi ini semakin diperparah dengan teriakan para penonton yan memadati arena penyelengaraan MTQ. Akhirnya, upacara pengibaran bendera MTQ kembali dilanjutkan, setelah ujung tali berhasil diraih dan kemudian disambung kembali.
Harusnya kejadian tersebut harus dijadikan sebagai bahan untuk lebih berhati-hati dan sebuah pelajaran berarti bagi Pemkab Merangin dan seluruh Pemkab yang ada di Provinsi Jambi ini.
Sengaja atau tidak, insiden ini tetap memalukan, dan yang paling parah, warga tidak akan pernah menganggap persoalan itu murni kecelakaan, melainkan warga beranggapan ada pihak tertentu yang melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan sebuah agenda besar.
Apalagi saat ini, insiden ini sudah masuk ke ranah hukum di proses oleh Polres Merangin dengan back up penuh dari Polda Jambi, karena di duga kuat ada pihak tertentu yang sengaja memanfaatkan momentum ini untuk tujuan tertentu.

Efek Jera

Masyarakat tentunya sangat berharap agar insiden serupa tidak akan terjadi lagi di negara ini, khususnya di Provinsi Jambi ini, hal itu tentunya bisa terwujud jika ada kesadaran penuh dari semua pihak akan beban dan tanggung jawabnya kepada bendera dan negara kesatuan Republik Indonesia ini. 
Suatu harapan, proses hukum harus dilaksanakan dengan sepenuhnya dan menghukum pelaku tersebut, agar ada efek jera yang ditimbulkan, dan tidak ada kesan main-main dengan persoalan ini. Satu hal lagi yang patut digarisbawahi, persoalan penghormatan terhadap bendera, harus dipisahkan dengan persoalan politik, jika dicampur adukkan, maka insiden ini akan dijadikan sebagai muara dan contoh untuk pelaku-pelaku berikutnya. 
Lebih parah, jika insiden yang penuh dugaan kesengajaan ini dijadikan bentuk deal politik di belakang hari. Semua pihak wajib memberikan dukungan penuh terhadap pihak berwenang dalam hal ini Kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku yang menciderai
sakralitas bendera Merah putih tersebut.
 Harapan besar dari warga agar pihak berwenang melakukan tindakan hukum terkait pelanggaran pada insiden ini. Karena, insiden yang memalukan sebuah wilayah secara keseluruhan, hingga membuat warga menjadi resah. Bahkan, kalau tak segera diselesaikan bisa jadi kejadian serupa akan terjadi pada waktu yang akan datang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, disebutkan adanya larangan seperti di dalam pasal 24 huruf a sampai e dibunyikan bahwa merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara; memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; Mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara. Dari pasal tersebut sangat jelas bahwa insiden ini sudah melanggar aturan yang berlaku di negara Kesatuan Republik Indonesia.
Insiden Bendera Merah Putih pada peringatan HUT RI ke 67 ini tidak hanya terjadi di Kabupaten Merangin saja, di Kabupaten Kutai Kartanegara misalnya, juga terjadi insiden saat menaikkan bendera Merah putih, di kabupaten yang kaya akan sumber daya alam ini, pengibaran Bendera Merah putih dilakukan dengan terbalik.
Begitu juga di Meulaboh Aceh Barat, diwarnai insiden jatuhnya bendera merah putih dari ujung tiang bendera. Dalam upacara yang dipusatkan di lapangan Teuku Umar  ini bendera Merah Putih yang dikibarkan oleh anggota Paskibraka jatuh ke bawah dari ujung tiang lantaran pengait bendera bagian atas tak terikat dengan baik. Namun, jatuhnya bendera itu dapat segera diatasi
Dan tentunya masih banyak lagi daerah-daerah lain yang insiden pengibaran bendera merah putih tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tentunya hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh para pahlawan yang telah dimakamkan di makam pahlawan. Sudah lemahkah jiwa Nasionalisme kita saat ini ataukah karena kebetulan peringatan HUT RI ke 67 tahun 2012 ini bertepatan dengan bulan Suci Ramadhan.
Tentunya tidak ada alasan bagi kita semua untuk menyalahkan kondisi tersebut, Bahkan Proklamasi pun di laksanakan pada bulan Ramadhan. Kejadian di beberapa daerah diatas tentunya masih bisa dikatakan murni kecelakaan, dan tentunya kasus tersebut berbeda dengan melumuri darah di Bendera Negara yang terjadi di Kabupaten Merangin.
Padahal sudah jelas, kita saat ini berjuang untuk kesejahteraan bukan mencari kemerdekaan. Kemerdekaan kita sudah diberikan oleh para pejuang kemerdekaan kita 67 tahun yang lalu dan dilambangkanya dengan Bendera Merah Putih.
Sekarang kita hanya diperintahkan untuk mengibarkan bendera tersebut, bukti kita sudah merdeka namun kenyataannya saat pengibaran saja masih terjadi insiden.
Kejadian tersebut di atas, seharusnya tidak terjadi di saat kita sadar bahwasanya Indonesia yang merupakan negara tempat kita berpijak, lahir dan besar sudah merdeka. Jiwa Nasionalismelah yang kita junjung untuk menjaga kemerdekaan kita. jangan sampai kita bangsa Indonesia ditertawakan oleh Negara lain hanya karena Insiden-insiden seperti ini. Mari kembalikan jiwa Nasionalisme kita. Jangan sampai hal ini kembali terulang.

*Penulis Bekerja di Pengadilan Agama Bangko.
 Admin @SensorDotCom
Ditulis Pada 23  Agustus 2012

Senin, 05 November 2012

Virus DIS, Berkembangbiak lah di Jambi

Oleh : Noprizal,  S.HI

DIS (Dahlan Iskan) sedang melejit, memberantas korupsi dengan mengeluarkan Surat Edaran agar para direksi BUMN tidak kongkalikong dan memberi upeti kepada DPR merupakan tindakan yang luar biasa dan berani.
Jika tak kuat, sama saja dengan menggali lubang untuk dirinya sendiri. Namun tidak demikian bagi Bos Media Jawa Pos ini, mengungkap kongkalikong jauh lebih terhormat bagi dirinya dari pada bekerja dengan cara berkongkalikong dan mempertahankan kekuasaan serta mengikuti kehendak para wakil rakyat yang tidak berpihak untuk rakyat yang diwakilinya.
Kalangan DPR pun dibuat galau oleh Dahlan Iskan, betapa tidak Dahlan Iskan juga menyebutkan bahwa selama ini BUMN dijadikan sapi perah dan ATM berjalan oleh oknum DPR, beberapa direktur BUMN juga mengakui adanya fenomena ini.
Seharusnya, gebrakan Dahlan – terutama untuk mewujudkan BUMN yang bersih dan untung, disambut positif kalangan DPR. Mereka selayaknya mendukung setiap gerakan good corporate governance atau zero corruption di setiap BUMN atau di lembaga pemerintah. Kalau memang tidak ada anggota dewan yang kongkalikong atau minta jatah fee, mengapa mereka marah. positive thinking tentu akan jauh lebih baik. Atau, mari kita dukung setiap usaha pemberantasan korupsi atau gratifikasi.

Mungkinkah lahir Surat Edaran Gubernur Jambi ?

Virus DIS yang posotif seperti ini sepertinya belum berkembang biak di Provinsi Jambi. Hingga saat ini, kalangan eksekutif masih saja dihantui oleh rasa takut terhadap legislatif. Entah apa penyebabnya, namun masyarakat secara umum sudah mengetahui penyebabnya secara pasti. Bahkan dari satu warung kopi ke warung kopi yang lainnya masyarakat awam juga memperbincangkan penyebab kecutnya eksekutif kepada legistaltif .
Momentum Dahlan Iskan versus DPR harusnya dijadikan oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten di  Provinsi Jambi sebagai awal yang baik untuk memulai memberantas korupsi dengan memutuskan kongkalikong antara eksekutif dengan legislatif.
Provinsi Jambi sendiri merupakan daerah yang sedang dikunjungi Dahlan Iskan kala kasus Dahlan Versus DPR RI itu muncul ke permukaan. Namun Dahlan tetap memilih untuk hadir ke Jambi yang sudah diagendakannya dari jauh-jauh hari.
Menurut Penulis, era politik sebagai kekuatan terkuat sudah harus dihapuskan saat ini. Pasalnya saat ini yang harus dinomor satukan adalah membangun ekonomi untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.  Politisi saat ini jangan merasa paling benar, jika ada orang baik yang ingin memberantas mata rantai korupsi, mari kita dukung bersama-sama.
Kesan yang muncul saat ini, apabila ada orang yang muncul dan berkeinginan baik untuk menciptakan good governance dan clean government, maka banyak pihak terutama legislatif akan menjadikannya musuh bersama dan dijatuhkan pula secara berjamaah. Banyak pihak akan memberikan apresiasi terhadap eksekutif yang mau mengungkapkan fenomena pemerasan yang dilakukan oleh anggota legislatif kepada eksekutif. Harapan penulis, virus Dahlan Iskan akan mampu merasuki tubuh Gubernur Jambi dan Bupati-Bupati di Provinsi yang kita cintai ini.
Lahirnya surat edaran seperti yang dilakukan oleh Dahlan Iskan tentunya akan melahirkan semangat yang baru pula untuk memberantas korupsi di Provinsi Jambi ini. Sudah seharusnya langkah yang diambil Dahlan Iskan berani ditiru oleh pejabat di Provinsi Jambi ini untuk dapat mengungkapkan fenomena apa saja yang dilakukan dalam sistem penganggaran di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di masing Pemerintahan, baik Provinsi maupun Kabupaten.
Meski demikian, fenomena ini sudah menjadi rahasia umum, dan cukup sulit dibuktikan. Namun jika ada niat baik dari pelaku dan penyelenggara negara ini, maka kejadian serupa tidak akan terjadi lagi dan tidak akan ada lagi anggota DPR yang akan menjadikan pengesahan APBD, APBDP dan apapun namanya yang lain, sebagai lahan empuk untuk membuat berbagai komitmen untuk menguntungkan satu pihak dan pihak lainnya.
Dengan terkuaknya kasus ini diharapkan berdampak positif untuk menyelamatkan aset negara secara keseluruhan dan Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten berani mengambil langkah agar semua SKPD untuk menghentikan kongkalikong yang selama ini ditengarai masih saja dilakukan.
Kita selaku warga Jambi juga berharap kepada Pemerintah Provinsi Jambi untuk menjadi contoh kepada semua Pemkab di Provinsi Jambi untuk menekankan ke semua SKPD agar tidak melakukan tindakan yang merugikan keuangan negara tersebut.  Jika semuanya berani melakukan hal yang sama seperti Dahlan Iskan, maka anggota legislatif akan menjadi ketar-ketir menunggu namanya disebut  oleh kepala SKPD karena telah menjadikan SKPD sebagai sapi perah dalam urusan penganggaran.
Atau pun, kalau Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Gubernur, belum mampu memberikan penekanan melalui surat edaran kepada semua SKPD dan Bupati, mungkin saja ada Bupati yang berani mengeluarkan surat edaran demi terciptanya pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Tidak kalah fantastis, kalau ada pemimpin daerah yang memerintahkan kepada SKPD nya untuk melaporkan semua model pemerasan yang dilakukan oleh anggota DPRD selama ini. Dengan demikian bisa dilakukan pemetaan, jika semua berlaku kompak dan berani, kekuatan apa lagi yang akan dilakukan oleh anggota dewan.
Yang pasti jika semua komponen mulai dari Gubernur hingga Bupati memiliki komitmen yang sama untuk memberantas korupsi, maka korupsi itu bisa musnah dari negeri sepucuk Jambi sembilan lurah ini.  Apabila praktik tanpa kongkalikong dengan anggaran yang pengesahannya dipersulit oleh legislatif, apakah itu semua kesalahannya dipegang oleh Eksekutif? Tentu tidak, maka masyarakatpun akan mengetahui sebenarnya sistem penganggaran selama ini dilakukan dengan cara kongkalikong, namun kali ini dengan eksekutif yang menolak kongkalikong, Legislatif berlaku lain.   
Masyarakat terus berharap agar wakilnya terus berupaya untuk tidak berlaku korupsi. KPK yang kini meminta meminta Menteri BUMN Dahlan Iskan tak ragu melaporkan nama anggota DPR pemeras. Bila ada bukti-bukti silakan Dahlan mengadukannya agar KPK bisa memprosesnya. Itu juga berlaku di Jambi, proses hukum akan menanti siapa saja yang melakukan tindakan melawan hukum tersebut. Hal ini tentunya menjadikan harapan besar terhadap wakil rakyat dan pejabat yang ada di Jambi untuk melakukan semua tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan keuangan daerah dan negara.

Pejabat Pemberani

Gubernur dan Bupati harus segera menginstruksikan kepada bawahannya untuk menghentikan praktik kongkalikong yang selama ini ditengarai masih dilakukan oleh Eksekutif dan Legislatif. 
Instruksi seperti ini tentunya bukanlah instruksi tanpa resiko, bisa saja anggota legislatif  meradang karena kebakaran jenggot dan lain sebagainya. Namun pemimpin yang berani seperti ini lah yang harusnya kita miliki saat ini, pemimpin yang hanya berpikir bagaimana mampu berbuat untuk kepentingan rakyat, dan bukan hanya untuk wakil rakyat.
Tekanan apapun harus siap dihadapi, meskipun nantinya harus berhadap dengan kekuatan politik. Namun kekuatan penuh untuk memberantas korupsi dengan semangat yang luar biasa tetap menjadi nomor satu.
Pejabat harusnya juga tidak takut apabila harus diberhentikandengan tujuan memperjuangkan hak rakyat dan membuka topeng korupsi yang dibungkus dengan politik anggaran. Bertahan dengan kongkalikong dan tetap melakukan tindakan koruptif sama saja dengan menghalalkan segara cara untuk mendapatkan kedudukan.
Namun jika bukan karena politik, Gubernur atau Bupati mana yang berani memberhentikan kepala SKPD yang membongkar kongkalikong legislatif dengan eksekutif?  Minimal secara lisan, para pemimpin daerah pasti akan mendukung pemberantasan korupsi. Jika diberhentikan, tidak tertutup kemungkinan yang menonaktifkan pejabat itu adalah orang yang terlibat langsung dalam tindakan korupsi dan tidak memiliki semangat untuk memberantas korupsi. perlu digarisbawahi, harusnya pejabat pemberani yang mampu menanggung resiko apapun akibat melaporkan aksi kengkalikong itu dilindungi dan dijamin oleh Gubernur atau Bupati untuk kedudukannya ke depan. Jangan sampai pembela kebenaran ini dijadikan sebagai korban dan dikalahkan oleh kepentingan lainnya.

*Penulis bekerja di Pengadilan Agama Bangko
Admin @SensorDotCom

PROFIL PENULIS

NOPRIZAL
adalah abdi Negara yang saat ini bertugas di Pengadilan Agama Bangko, Provinsi Jambi. 


Sebelum menjadi Abdi Negara, ayah satu putri ini, sehari-hari menjadi wartawan surat kabar grup Jawa Pos yaitu Harian Pagi Jambi Ekspres.
Lahir di Desa Sebukar, Kabupaten Kerinci, membuat dirinya terasah sejak kecil untuk bergelut di dunia tulis menulis. Tidak heran jika pria berkacamata ini hingga kini tidak mau melepaskan penanya dari tempat semula, pernah pula menjadi pena yang tajam dan mampu melukai siapapun. 


Semasa sekolah Suami Fitriana ini, juga telah malang melintang di dunia organisasi. Sejak MTsN dirinya sudah dipercaya menjadi Ketua Osis, dan aktif di Kepramukaan, begitu pula saat menuntut ilmu di MAN Sebukar, dirinya juga dipercaya menjadi Ketua Osis, serta aktif di berbagai kegiatan siswa lainnya. 


Begitu menginjakkan kaki di dunia mahasiswa, keaktifannya di organisasi terus diasah. Ini dibuktikan dengan bergabungnya pria yang akrab dipanggil “Wo” ini dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jambi. Hingga mengantarkannya menjadi ketua HMI Cabang Jambi bidang PTKP, serta Wakil Presiden BEM IAIN STS Jambi.


Selain itu, HMI juga memperkenalkan Jurnalistik kepada dirinya. Dimulai dengan menulis di majalah HMI Komisariat Syariah, hingga menjadi salah satu perintis terbentuknya majalah Insan Cita HMI Cabang Jambi. Pasca menamatkan studi di IAIN STS Jambi, putra pasangan Drs Abdul Aziz Saleh dan Khasyani ini mulai merapikan jejak untuk bergabung ke dunia jurnalistik. Diawali dengan menjadi reporter di Harian Pagi Radar Kerinci, kemudian ditarik oleh Harian Pagi Radar Sarko (Induk Radar Kerinci) , tidakpuas sampai disitu, dirinya memilih bergabung ke Media Online Jambitoday.com, (Jawapos Grup), yang akhirnya mengantarkannya bekerja dan mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Harian Pagi Jambi Ekspres (Jawa Pos Grup). Namun ada cerita menarik, saat bekerja di Jawa Pos Grup, penulis mencuri kesempatan untuk mengikuti ujian seleksi CPNS di Mahkamah Agung RI, berbuah manis dan akhirnya diterima dan ditugaskan di PA Bangko.


Namun dengan jiwa aktivis dan jurnalis yang masih melekat membuat Noprizal tetap aktif menulis untuk berbagai media, baik online maupun cetak di Provinsi Jambi. Bahkan hingga saat ini pria yang senang membaca ini masih aktif menjadi redaktur pada media aksara Jambidaily.com.


Terima Kasih
Admin: Edwin Eka Putra
Facebook: https://www.facebook.com/edwin.sensor
Twitter: @SensorDotCom

Dari Meriam Bambu, Hingga Wisata Rohani

Oleh: Noprizal, S.HI*

DESA Sebukar, Kecamatan Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci, masih melestarikan khasanah budaya di bulan suci Ramadhan. Bahkan di desa yang berada tepat di samping Bandar Udara Depati Parbo ini, budaya dalam rangka memeriahkan bulan yang penuh berkah ini terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Meskipun demikian, di samping budaya yang merupakan turunan dari nenek moyang, juga ada tradisi‑tradisi baru yang dimunculkan oleh generasi muda di desa yang berada di bawah kepemimpinan Zurhibban ini.

Malam 27 Ramadan misalnya, merupakan malam yang sangat dinantikan oleh warga, mulai dari anak‑anak, remaja, bahkan orang tua sekalipun. Acara yang disebut dengan "Malang duwu puluh tujuh" ini sudah disiapkan selama tidak kurang dari satu minggu oleh anak‑anak dan remaja di Sebukar ini.

Pada Malang Duwu Puluh Tujuh tersebut, setelah dilaksanakannya Salat Tarawih dan salat tasbih di masjid, anak‑anak dan Pemuda lantas menyalakan obor bambu. Dengan mengambil start di depan Mesjid Raya Sebukar, ratusan anak‑anak dan pemuda tersebut langsung mengelilingi desa, diiringi dengan tabuh gendang dan salawat.  Sementara para orang tua berada di pagar rumah masing‑masing sembari memberikan semangat kepada para kawula muda tersebut. 


Di rumah‑rumah penduduk pun lilin dan obor juga sudah disiapkan untuk dinyalakan oleh anak‑anak yang berkeliling kampung. Tidak itu saja, setelah mengelilingi Desa Sebukar, anak‑anak dan pemuda juga melaksanakan perang‑perangan. Yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kelompok `'lahik Duseng'' dan kelompok "lahik lembuk", kelompok ini dibagi berdasarkan wilayah desa itu sendiri.

Perang pun di mulai, meriam bambu menjadi senjata ampuh yang dianggap sebagai senjata pemusnah massal. Meriam Bambu ini sudah disiapkan oleh anak‑anak jauh‑jauh hari, bahkan ada yang menyiapkan bambu sejak beberapa minggu sebelum Bulan Ramadan tiba. Bambu yang disiapkan tersebut disimpan oleh anak‑anak dan remaja di suatu tempat secara berkelompok. Kejar‑kejaran pun tidak bisa dihindari antar sesama anak‑anak. Selain itu, bunyi dentuman meriam bambu dan petasan terdengar tak henti‑hentinya. Dan suara teriakan anak‑anak yang melafalkan "uhah malang duwu puluh tujuh" dengan maksud memberitahukan kepada warga kalau Ramadan tahun ini sudah sampai di malam ke 27.

Perang‑perangan tersebut akhirnya harus usai karena waktu untuk tadarusan sudah masuk. Dan perang‑perangan pun diakhiri dengan salam‑salaman antar sesama peserta. Perangan ‑perangan ini pun sama sekali tidak memakan korban, karena perang ini hanya merupakan rangkaian acara seremoni yang dibungkus dalam khasanah budaya yang terus menerus dipertahankan oleh warga.

Untuk tadarusan, di Desa Sebukar, memiliki keunikan tersendiri. Berbeda dengan kampung lainnya di Kerinci. Jika di Kerinci pada umumnya tadarusan bertempat di mesjid dan musala. Berbeda halnya dengan di Sebukar. Tadarusan dilaksanakan dari satu rumah ke rumah lainnya, dan setiap malam tempat tadarus berpindah‑pindah. Ada dua kelompok tadarus
yang dari dulu hingga saat ini terus bertahan. Dua kelompok tersebut masing‑masing adalah Yayasan Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah (YPPTI) Sebukar dan Muhammadiyah.  

Dua kelompok ini memberikan giliran untuk menjadi tuan rumah kepada anggotanya, setiap giliran atau setiap malamnya, terdapat 4 sampai 5 kepala keluarga yang menjadi tuan rumah, dan diantara merekalah yang menentukan di rumah siapa tadarusan itu akan digelar dan bagi kepala keluarga yang mendapatkan giliran menjadi tuan rumah menyiapkan makanan dan minuman untuk semua anggota tadarus, dan begitulah seterusnya pada setiap malam.

Ada satu lagi hal menarik lainnya, Pemerintah Desa selalu mengingatkan kepada warga Desa Sebukar untuk memasang lampu warna‑warni di sepanjang jalan raya Sebukar. Meski yang diwajibkan hanya warga yang berada di pinggir jalan raya, namun warga lainnya tidak mau ketinggalan, dan hal itu tentunya membuat semua rumah di Desa Sebukar ini memasang lampu warna‑warni sebagai pertanda dan pembeda bulan Ramadan dengan bulan‑bulan lainnya. Tak ayal di sepanjang jalan raya Sebukar, lampu warna‑warni tersusun rapi, teratur sesuai dengan warna‑warni yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Desa.

Bahkan tidak sedikit warga di Kerinci yang menyebutkan bahwa di Sebukar ini harusnya di jadikan sebagai Desa wisata Rohani, lantaran banyaknya hasanah budaya yang masih dipertahankan selama Bulan Suci Ramadan. Dan juga dukungan penuh dari Pemerintah Desa dan segenap warga juga merupakan faktor keberhasilan mewujudkan ramadhan yang penuh makna di desa ini.


Arakan‑arakan juga masih terus dilestarikan. Selama Bulan Suci Ramadan, setidaknya sebanyak 3 kali arak‑arakan dilaksanakan oleh anak‑anak, pelajar, pemuda dan mahasiswa Sebukar yang tergabung dalam Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa dan Alumni Sebukar (HIPPMAS). Dalam arak‑arakan tersebut tidak hanya pelajar dan Mahasiswa yang menuntut Ilmu di Kerinci dan Sungaipenuh yang datang, melainkan Pelajar dan Mahasiswa yang berada di luar daerah juga menyempatkan diri untuk pulang mengikuti arak‑arakan tersebut. Tiga kali arak‑arakan tersebut masing dilaksanakan pada satu hari menjelang Bulan Suci Ramadan, digelar di sore harinya.

Selain menggunakan peralatan tradisional seperti seruling, rebana, arakan‑arakan ini juga menggunakan peralatan modern seperti marching band yang dimainkan oleh pelajar‑pelajar Desa Sebukar. Selain di awal puasa tersebut, arak‑arakan digelar pada malam tanggal 27 Ramadhan dan pada pawai akbar malam lebaran. 


Tribun Jambi - Selasa, 7 Agustus 2012
http://jambi.tribunnews.com/2012/08/07/dari-meriam-bambu-hingga-wisata-rohani

*Bekerja di Pengadilan Agama Bangko) (Admin @SensorDotCom)