Oleh: Noprizal, S.HI
Siapa Tak kenal dengan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta yang sangat fenomenal. Setiap langkah dan gerak-geriknya selalu menjadi santapan seluruh warga Indonesia. Bahkan mediapun tak henti-hentinya memberitakan semua aksi yang dilakukan oleh mantan Walikota Solo itu.
Begitu juga dengan Dahlan Iskan, sosok sederhana yang lahir dari keluarga miskin di Magetan Jawa Timur ini, dengan tekun dan ulet merintis usaha media, kini berhasil dan dipercaya menjadi seorang menteri di Kabinet Indonesia bersatu jilid II dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Dua sosok diatas sangat fenomenal, hampir dikenal samua orang, bahkan sampai ke anak-anak sekalipun. Semua kagum, apapun tindakan dan kebijakan yang diambilnya. Seolah tersihir untuk mengatakan semua tindakan dan kebijakan yang diputuskan pria yang selalu tampil sederhana tanpa kawalan ketat ini adalah sebuah pilihan tepat.
Jika sosok diatas memiliki banyak kesamaan, kita juga boleh menegok apa saja kesamaan dua nama diatas dengan sosok mantan orang nomor satu di Badan Peradilan Agama. Siapa yang tidak kenal dengan Wahyu Widiana, Dirjen pertama Badilag ini dikenal sebagai figur yang rendah hati dan dekat dengan bawahan, bahkan tidak membuat jabatan menjadi jurang pemisah antara satu dengan yang lainnya.
Tak Tonjolkan Gengsi
Tiga nama diatas merupakan sosok yang sama-sama tidak menonjolkan gengsi. Dan tidak menjadikan jabatan sebagai tameng untuk mendapatkan kemewahan dari uang Negara. Jokowi misalnya hingga saat ini masih menggunakan mobil rental bernomor polisi hitam alias buka mobil mewah bernomor polisi merah dengan kawalan ketat anti macet.
Begitu juga dengan Dahlan Iskan yang juga merupakan Bos Jawa Pos, untuk urusan kendaraan, sama sekali tidak pernah membuatnya risih. Tidak ada kayu, akarpun jadi. Tak menggunakan kendaraan dinas menurut orang nomor satu di BUMN ini merupakan bentuk dari mengefisiensikan anggaran di kementerian Negara itu, dan bukan pula dengan menggunakan mobil dinas dengan harga milyaran rupiah lantas membuat strata sosial menjadi naik.
Hal ini terbukti dari berkali-kalinya Dahlan Iskan menjadikan ojek, Kereta Api, dan kendaraan umum lainnya menjadi kendaraan yang mengantarkannya ke tujuan. Bahkan tidak jarang pula Dahlan Iskan mengambil alih tugas sopir dinas seorang pejabat. Itu membuktikan kalau Dahlan Iskan tidak terlalu peduli kepada yang namanya gengsi, melainkan tujuan yang akan dicapai.
Tentunya jika kemudi mobil sudah dikuasai oleh Dahlan Iskan, maka arah dan tujuan pastinya tidak akan bisa diatur oleh orang lain. Ketar-ketir semua perusahaan plat merah merah yang ada dikawasan tersebut, tidak jelas perusahaan mana yang akan dituju.
Begitu juga dengan Wahyu Widiana, beberapa tulisan di pojok pak Dirjen membuktikan bahwa Wahdyu Widiana bukanlah pejabat yang menjadikan gengsi sebagai batasan antara pejabat dengan bawahannya. Bahkan saat ditanyakan oleh tim Bawas saat mengaudit Badilag. Wahyu Widiana sama sekali tetap yakin dengan pendiriannya bahwa naik Kereta Api dan naik ojek itu sama sekali tidak akan menjadikan jabatan dan kehormatannya sebagai Dirjen Badilag luntur dan kehilangan marwah.
“Saya dengar, kalau ke kantor Pak Dirjen sering naik kereta api. Apa iya Pak?”, tanya salah seorang dari mereka kepada saya. Lalu saya iyakan. “Memang kenapa?’, tanya saya datar. “Sebaiknya Pak Dirjen tidak menggunakan Kereta Api. Kurang sesuai dengan kedudukan Bapak”, jawabnya lagi. “Lha, wong saya menyenanginya. Kereta itu berAC, tidak berdesakan, saya duduk dan hanya sekitar 40 menit di jalannya. Padahal kalau pakai mobil sendiri, macet, membuat stress dan lama. Bisa sampai 2 ½ jam”, kata saya meyakinkan mereka. “Maksud saya, khawatir keamanan Bapak kalau naik KA”, katanya lagi. Saya jawab, insya Allah aman. Siapa sih masyarakat umum yang kenal saya. Saya kan bukan orang terkenal. Kalaupun kenal, insya Allah mereka baik-baik. Saya tidak takut atau malu jumpa orang yang kenal ketika saya di KA atau sedang naik Ojek.
Kutipan ini membuktikan bahwa Wahyu Widiana sama sekali tidak ambil pusing membaur dengan menggunakan kendaraan umum bersama masyarakat dan mampu dengen tegas memberikan alas an agar tindakan yang dilakukannya dapat diterima oleh bawahan bahkan atasannya.
Sisi lain dari ketiga sosok yang penulis coba uraikan adalah enggannya menggunakan protokoler. Kita bisa melihat dari setiap kegiatan dan agenda yang dilakukan oleh tiga nama besar ini, sangat jarang tanpak kawalan ketat, apalagi jumlah ajudan yang banyak untuk menakut-nakuti warga yang menanti kehadiran orang terkenal itu.
Menghiasi Media dan Aktif Menulis
Jika Jokowi dan Dahlan Iskan selalu menjadi Tagline di media online dan cetak, hingga media elektronik di Indonesia. Dirjen Badilag, Wahyu Widiana, juga merupakan sosok yang paling kuat pengaruhnya di media badilag.net. Dengan adanya badilag.net, tidak ada lagi warga Peradilan Agama yang tidak kenal dengan Ahli Ilmu Falak ini. Sebagai pegiat Informasi Tekhnologi tentunya Wahyu Widiana selalu mendapat tempat di hati warga Peradilan Agama.
Kehadiran tulisan-tulisan Wahyu Widiana di pojok Pak Dirjen selalu menjadi virus positif untuk warga Peradilan Agama di seluruh Indonesia. Hal itu juga dilakukan oleh Dahlan Iskan denganManufacturing Hope Dahlan Iskan yang dimuat oleh semua harian pagi di bawah naungan Jawa Pos Grup. Ibarat Infus, Pojok Pak Dirjen dan Manufacturing Hope adalah kekuatan baru dan inspirasi bagi semua kalangan.
Hobi menulis ini tidak dimiliki oleh semua orang, selain memiliki skill, menulis uuga membutuhkan waktu dan ide-ide segar dari sang penulis. Meski Jokowi tidak terlalu sering menampilkan tulisan di media-media, namun dari beberapa kali turun ke lapangan, jokowi selalu membawa alat tulis dan mencatat apapun yang dianggapnya penting.
Sama-Sama Memiliki Jurus Ampuh
Tiga pemimpin yang dikenal pekerja keras ini memiki sebutan yang sama terhadap langkah-langkah yang akan diambilnya kedepan “Jurus”. Tidak semua pemimpin memiliki jurus yang ampuh untuk menaklukkan lawan dan menundukkan pasangannya.
Jokowi misalnya, memiliki tiga jurus untuk perbaikan kampung-kampung di Jakarta. Begitu juga dengan Dahlan Iskan dengan jurus-jurus jitu untuk mengatasi korupsi di BUMN. Tidak mau kalah, Wahyu Widiana juga melahirkan jurus-jurus menuju Badan Peradilan yang Agung. Salah satu jurus Wahyu Widiana adalah pengembangan IT. Pengembangan ini menurut Wahyu Widiana merupakan salah satu upaya membantu percepatan visi mewujudkan Badan Peradilan yang Agung, karena dengan IT semua informasi dapat tersampaikan kepada publik.
Untuk jurus sederhana sekali yaitu harus ada perhatian pimpinan dan dilakukan dengan konsisten. Bentuk perhatiannya bermacam-macam bisa dalam bentuk memberikan penghargaan dan bisa juga dalam bentuk apapun, yang pasti dilakukan secara konsisten.
Meski demikian, untuk dapat membandingkan atau mencari sisi kesamaan tiga tokoh besar tersebut membutuhkan waktu dan tidaklah mudah. Yang penting, kita mampu dan bisa mengambil sisi positif dari ketiga sosok dan tokoh diatas. Namun patut digaris bawahi, Badan Peradilan Agama tidaklah terkena wabah kepemimpinan gaya Jokowi dan Dahlan Iskan, namun Badan Peradilan Agama telah terlebih dahulu memiliki pemimpin dengan gaya demikian ketimbang tenarnya dua tokoh diatas sebagai panutan masa kini.
sudah dipublish di Pojok Pak Dirjen badilag.net dan Website Resmi PTA Jambi http://badilag.net/pojok-pak-dirjen/13160-jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana-oleh-noprizal-shi--211.html serta http://www.pta-jambi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=298:jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana&catid=41:artikel&Itemid=61
sudah dipublish di Pojok Pak Dirjen badilag.net dan Website Resmi PTA Jambi http://badilag.net/pojok-pak-dirjen/13160-jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana-oleh-noprizal-shi--211.html serta http://www.pta-jambi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=298:jokowi-dahlan-iskan-dan-wahyu-widiana&catid=41:artikel&Itemid=61
Penulis Bekerja di Pengadilan Agama Bangko, aktif menulis untuk beberapa media online dan cetak di Provinsi Jambi, dan juga merupakan mantan wartawan Jawa Pos Grup.
(Admin @SensorDotCom)
(Admin @SensorDotCom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar