Jumat, 16 November 2012

Objek Wisata Kerinci, Tanggung Jawab Siapa?




                                                 Oleh: Noprizal, S.HI *
“Kontrak Objek wisata Aroma Pecco senilai Rp 45 juta, Air Terjun Telun Berasap senilai Rp 40 juta hingga saat ini belum disetor ke Kas daerah, padahal sesuai dengan perjanjian, uang kontrak harus diserahkan paling lambat 3 kali 24 jam setelah perjanjian dibuat. Sementara pihak ketiga mengaku sudah menyerahkan uang kontrak tersebut ke dinas, sedangkan untuk Danau Kerinci pihak ketiga telah menyerahkan uang senilai Rp. 150 juta namun hanya disetor ke kas daerah sebesar Rp. 100 juta , untuk lebih jelasnya kita tunggu kepala dinas, karena pengakuan pihak ketiga semua urusan sudah diserahkan ke kepala dinas,’’  (Jambi Ekspres, Sabtu, 25/08).
Objek wisata di Kabupaten Kerinci ternyata juga tidak lepas dari masalah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya temuan-temuan baru dari segala sisi. Termasuk salah satunya adalah kontrak kerjasama antara Pemda Kabupaten Kerinci  dengan pihak ketiga yang mengelola beberapa objek wisata di Kabupaten Kerinci  selama 10 hari yaitu dari tanggal 19 hingga 29 Agustus 2012 bertepatan dengan Lebaran Idul Fitri.
Sungguh miris fenomena yang terjadi saat ini, di tengah maraknya pemberantasan korupsi, masih ada oknum-oknum yang memanfaaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan. 
Alhasil semua retribusi yang dibebankan kepada pengunjung didongkrak dengan harga selangit oleh pihak ketiga. Hal ini tentunya menjadi keluhan tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan yang berasal dari Kerinci, bahkan dari luar kabupaten Kerinci, hingga wisatawan mancanegara.
Suatu contoh, untuk bisa masuk ke objek wisata Air Terjun Telun Berasap, harga tiket masuk sudah mencapai Rp 10 ribu rupiah,  sedangkan untuk parkir dipasang tarif termahal di dunia, yakni mencapai Rp. 15 ribu, tidak mustahil di objek wisata lainnya juga diberlakukan hal seruapa. Padahal sesuai dengan Peraturan Daerah yang ada harga tiket masuk hanya Rp 2 ribu untuk anak-anak dan Rp 4 ribu untuk  dewasa, sedangkan untuk parkir hanya Rp 2 ribu untuk roda dua dan Rp 4 ribu untuk roda 4.
Begitu juga di Danau Kerinci  harga tiket masuk juga melambung tinggi, untuk parkir roda dua bisa mencapai Rp 8 ribu rupiah, bahkan hanya melintas saja di jalan raya dari Sanggarang Agung menuju Desa Tanjung Batu pun, pengguna jalan harus mengeluarkan morogoh koceknya. Ini tentunya merupakan upaya keras dari pihak ketiga untuk mengembalikan modal kontrak yang sudah dibayarkan kepada pihak Dinas Disporaparbud, tentunya persoalan ini menjadi tugas besar bagi Pemda Kerinci.
Fenomena ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja, lambat laun, objek wisata di Kabupaten Kerinci akan menjadi ladang empuk untuk meraup keuntungan. Padahal objek wisata adalah salah satu sektor untuk yang sangat besar untuk pendapatan asli daerah.

Objek Wisata Yang Terbengkalai

Kabupaten Kerinci memiliki banyak objek wisata yang eksotis. Beberapa objek wisata itu telah memiliki nama dan dikenal di Indonesia bahkan di dunia. Namun hingga kini, objek wisata tersebut belum mampu mendongkrak jumlah pengunjung, apa sebenarnya yang salah?
Gunung Kerinci misalnya, selain merupakan gunung Tertinggi di Sumatera, juga merupakan Gunung Api tertinggi di Indonesia. Hal itu tentunya bisa menjadi nilai tambah bagi objek wisata di Kerinci.
Belum lagi objek wisata lainnya seperti Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh yang merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Raya, Kebun Teh Kayu Aro yang terbentang luas, Air Panas Semurup, Batu Besar, Masjid Agung Pendok Tinggi yang berdiri kokoh tanpa paku, air terjun telun berasap dan beberapa air terjun lainnya.
Meski memiliki banyak objek wisata, namun Kerinci dan Kota Sungaipenuh hingga kini belum juga bisa mendatangkan wisatawan dalam jumlah besar. Hingga kini jumlah wisatawan baik dari mancanegara maupun domestik yang datang berwisata ke Kerinci belum mampu menggambarkan bahwa Kerinci adalah kabupaten atau daerah tujuan wisata yang kaya akan objek wisata yang menarik itu.
Beberapa persoalan yang menurut penulis menjadi penghalang wisatawan untuk datang ke Kerinci antara lain adalah akses yang menghubungkan antara Kerinci dan Kota Sungaipenuh dengan ibukota Provinsi Jambi dan Sumatera barat, selain jarak tempuh, kondisi jalan yang selama ini masih penuh lubang juga menjadi alasan tersendiri.
Kendati demikian hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan mutlak, lantaran tidak sedikit objek wisata di dunia ini yang jarak tempuhnya sangat jauh dari pusat kota, namun tetap menjadi objek wisata tujuan utama dan bahkan menjadi nilai tambah tersendiri dan menjadikan objek wisata atau tujuan wisata yang kian menantang.
Persoalan pelik lainnya adalah tidak tersedianya penginapan yang memadai dan hanya membutuhkan waktu yang tidak lama dari objek wisata yang ada di Kerinci. Hal itu tentunya akan sangat menyulitkan para wisatawan untuk bermanja-manja dan menikmati panorama alam di Kabupaten Kerinci. Tentunya, kondisi itu menjadi pertimbangan tersendiri bagi wisatawan untuk menghabiskan masa liburnya di Ranah sakti alam Kerinci.
Bukan hanya itu saja, untuk mencari souvenir khas dari Kerinci pun cukup sulit. Jika pun ada yang bisa di dapat dengan mudah hanyalah dodol kentang di sepanjang jalan di Lubuk Nagodang dan Siulak. Bahkan karena tidak ada pilihan lain, wisatawan yang datang dari kota dan Kabupaten tetangga hanya bisa mendapatkan Kentang dan ubi.
Promosi tentunya tidak bisa dikesampingkan dari persoalan objek wisata yang hingga kini ditengarai diurus setangah hati ini. Berkali-kali digelar event nasional Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci (FMPDK) sama sekali bisa disebut tidak membawa efek yang terlalu besar bagi Kerinci. Bahkan FMPDK itu sendiri tidak lebih dari sekedar acara seremonial yang menghadirkan berbagai tamu dari luar daerah dan dibungkus dengan keramaian pasar malam.
Kita coba bandingkan dengan Provinsi Tetangga Sumatera Barat. Dengan objek wisata yang tidak jauh lebih menarik dari Kerinci, namun mampu menjadi tujuan wisata utama di pulau Sumatera ini. Dengan pesona danau Singkarak, Provinsi tetangga itu mampu menggelar event internasional, Tour de Singkarak, sebuah perlombaan sepeda internasional. Kenapa Kerinci tidak bisa menggelar hal tersebut? Padahal Kerinci juga memiliki danau dan jalan yang mengelilingi danau tersebut.
Jika itu di Sumatera Barat, kita mencoba melihat Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memiliki banyak objek wisata kenamaan. Terakhir kali penulis berkunjung Ke Bogor bulan Maret 2012 kemarin, Penulis mencoba membandingkan dengan Kabupaten Kerinci. Mulai dari Kebun Teh, apa sih unggulnya kebun teh di Bogor tersebut, dari segi luas, Kebun Teh di Kerinci juga tidak kalah luas dan menarik dari pada kebun teh di Bogor. Berbicara puncak, Kerinci dan Kota Sungaipenuh juga memiliki puncak yang yang bisa digunakan untuk wisata olahraga paralayang, Bukankah Bukit Kayangan bisa dimanfaatkan untuk pengembangan hal yang serupa, begitu juga dengan suhu udara yang ada di sana.
Taman safari dan beberapa taman yang dibuat oleh pengembang objek wisata merupakan salah satu point telak yang mengalahkan Kerinci dan Kota Sungaipenuh.  Namun hal itu tidak mustahil untuk di kejar. Kerinci yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam tentunya akan mampu menghadirkan wahana wisata seperti itu, asalkan mampu menggaet investor untuk menanamkan modalnya di Bumi sekepal tanah Syurga yang tercampak ke bumi ini.
Di Bogor penginapan yang disediakan di daerah puncak juga sangat banyak, dan yang tidak kalah pentingnya adalah hal yang sepele, berjejernya penjual buah tangan atau souvenir bagi pengunjung.
Objek wisata di Kerinci, jika tidak dikelola dengan baik, dan masih saja ada oknum yang melakukan hal serupa dengan kejadian diatas, maka jangan pernah berharap banyak potensi besar wisata di Kabupaten Kerinci akan mampu bersaing dengan daerah lain.

*Bekerja di Pengadilan Agama Bangko
 Admin @SensorDotCom
Note: tulisan ini telah dipublish di Harian Pagi Jambi Ekspres, Jawa Pos Grup pada Tanggal 06 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar