Senin, 05 November 2012

Mobil Dinas: Kebutuhan atau Pemborosan?

Oleh : Noprizal, SHIDILEMA  inilah yang terjadi di Kota Sungaipenuh saat ini, di balik keluh kesah Pemerintah dan DPRD mengenai ketersediaan keuangan daerah untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, hingga mengadu ke Dirjen Otda dan Pemprov, namun terdapat segudang kemewahan, yang cenderung memboroskan anggaran.

Penulis merasa sangat tertarik untuk membahas persoalan yang selama ini menjadi buah bibir di masyarakat. Kemewahan wakil rakyat di Kota Sungaipenuh seperti itu harusnya tidak dipertontonkan kepada masyarakat. Sebagai kota termuda di Provinsi Jambi ini, tentunya masih banyak persoalan yang harus dibenahi dan ditata, bahkan yang belum dimiliki oleh Pemkot Sungaipenuh.

Alih-alih mau membangun, kalau milyaran rupiah dihabiskan untuk membeli kendaraan dinas roda empat dengan jenis Kijang Innova dan Honda CRV untuk semua anggota DPRD Kota Sungaipenuh.

Anggota DPRD Kota Sungaipenuh sepertinya tidak kepincut dengan aksi-aksi merakyat oleh sejumlah pejabat. Hingga kini sejumlah pejabat di negeri ini sudah banyak yang enggan menggunakan fasilitas Negara, murni ingin mengabdikan diri untuk Negara, bahkan haknya yang gajipun sama sekali tidak diambil, dan mengikhlaskan untuk disumbangkan ke yayasan-yayasan sosial.

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail misalnya, pernah membuat suatu gebrakan sindiran, dengan program Sehari Tanpa Mobil Dinas. Gebrakan tesebut dilakukan bukan hanya bertujuan untuk menghemat BBM, namun juga untuk menyindir para pejabat yang tidak lepas dari mobil dinas. Bahkan tidak jarang mobil dinas yang digunakan oleh anggota DPRD saat ini untuk keperluan pribadi.
Jika Depok saja bisa melakukan aksi tersebut, kenapa tidak bisa dilakukan oleh DPRD Kota Sungaipenuh yang jarak tempuh hanya radius 5 kilo meter ke gedung dewan. Tentu saja bukan hanya aksi seperti ini yang dikehendaki masyarakat, ada aksi lain yang seharusnya menjadi perhatian. Yaitu tidak lagi menganggarkan biaya besar untuk pembelian mobil dinas, apalagi untuk seluruh anggota DPRD dan bahkan pejabat yang sama sekali belum dikategorikan pejabat yang membutuhkan memiliki mobil dinas.

Selain walikota Depok, contoh lainnya adalah Dahlan Iskan, Menteri BUMN RI, yang tidak mau menggunakan mobil dinas dan sejumlah fasilitas Negara lainnya. Itu tentunya patut menjadi contoh, seandainya belum mampu seperti dua contoh diatas secara keseluruhan, cukup untuk tidak menganggarkan mobil dinas dengan harga ratusan juta rupiah saja, wakil rakyat dan pejabat daerah ini sudah bisa mengurangi beban keuangan daerah.

Jika diartikan ''kebutuhan'' adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan.
Jadi dalam pengadaan mobil dinas di Kota Sungaipenuh untuk seluruh anggota Dewan masih dikategorikan belum menjadi kebutuhan. Pasalnya, kebutuhan anggota DPRD Kota Sungaipenuh untuk memiliki kendaraan dinas motivasinya tidak jelas. Jika hanya untuk mempermudah akses dari rumah ke kantor tentu saja tidak harus menghabiskan anggaran puluhan milyar hanya untuk menempuh jarah tidak lebih dari 5 km tersebut.

Atau apakah alasan untuk cepat turun ke tengah masyarakat? Hingga kini kita selaku masyarakat awam juga bisa menghitung dengan jari jadwal reses dan turun ke lapangannya para wakil rakyat tersebut. Jika pun itu dilaksanakan setiap hari, wakil rakyat tidak akan menggunakan satu mobil untuk satu anggota dewan, bahkan sering satu mobil dipakai untuk membawa 5-6 orang wakil rakyat.

Tentunya uang rakyat yang digunakan untuk pembelian mobil dinas tersebut dinilai tidak tepat sasaran, karena lebih mendekati ke nilai-nilai pemborosan anggaran. Bukan hanya terjadi di Kota Sungaipenuh, di kabupaten-kabupaten dan kota di Provinsi Jambi harusnya juga bisa menjadikan fenomena ini sebagai sebuah pelajaran yang berarti.

Gelinding aksi unjuk rasa dan protes dari sejumlah kalangan tentunya tidak akan mampu dibendung siapapun juga. Meski dalam bentuk turun ke jalan bisa dibendung, namun masyarakat masih punya banyak jalan untuk melakukan aksi protes. Kita harus ingat, ada aksi masyarakat yang sangat ampuh yang patut di perhatikan, yaitu aksi untuk tidak lagi percaya dengan pemerintah yang mengajukan anggaran pembelian dan anggota dewan yang mengetok palu pengesahan anggaran.

Tidak bisa disangkal, proses penganggaran kendaraan dinas itu tidak akan bisa lepas dari peran kerjasama keduanya, bahkan dari berbagai media, kita bisa menyaksikan betapa alotnya pembahasan anggaran untuk mobil dinas dewan ini. bahkan tidak pula jarang ada yang terlibat adu jotos.

Pemerintah yang tak berdaya untuk menolak menganggarkan anggaran untuk pembelian mobil dinas tentunya juga memiliki alasan tersendiri yang salah satunya adalah mengamankan anggaran yang lainnya.

Ada lagi fenomena menarik dalam penganggaran mobil dinas di sejumlah satuan kerja baik itu di instansi pemerintah daerah maupun lembaga vertikal. Anggaran untuk pengadaan perlengkapan kantor seperti moubeleir dan lainnya terkadang tidak dikabulkan alias dibintangi oleh pengambil kebijakan di tingkatan yang lebih tinggi, malahan anggaran lebih diarahkan untuk pengadaan mobil dinas. Hingga akhirnya ada satu satker yang hanya memiliki 27 Pegawai Negeri Sipil tersebut dan telah memiliki dua mobil dinas mendapatkan tambahan satu lagi mobil dinas. Sedangkan moubeleir di kantor tersebut sudah usang.

Berikan Logo di Setiap Mobil Dinas

Hingga saat ini, masih banyak mobil dinas yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Tidak pula jarang ditemukan mobil dinas yang seyogyanya menggunakan nomor polisi warna merah, disulap menjadi kendaraan dinas bernomor polisi hitam. Fenomena miris ini sangat mudah ditemukan, pelakunya bukan pejabat rendahan, bahkan melibatkan petinggi-petinggi daerah ini.

Bukan pula hanya pejabat pemerintah daerah, pejabat lembaga vertikal pun kerab menggunakan praktik yang serupa. Ada beberapa solusi yang penulis tawarkan untuk menyiasati penggunakan mobil dinas yang sudah terlanjur dibeli ini.

Pertama, pemberian logo pada setiap kendaraan dinas menurut penulis patut segera untuk dilaksanakan. Selain untuk memudahkan pemantauan terhadap keberadaan aset bergerak suatu daerah, diberikannya logo pada setiap kendaraan dinas juga akan memiliki dampak positif lainnya.
Diantaranya adalah tidak akan mungkin ada pejabat menggunakan mobil dinas untuk kepentingan non kedinasan. Jika selama ini nomor polisi bisa diganti dalam sekejap, namun berbeda halnya dengan logo pemerintah, yang tidak bisa dilepas dan dipasang dalam sekejap mata. Apabila peraturan ini dibuat oleh pihak eksekutif, maka masyarakat akan sangat bangga dengan eksekutif dan legislatif. Dan dukungan ini tentunya tidak harus datang dari masyarakat, para pengambil kebijakan harusnya lebih dahulu melaksanakannya.

Kedua, setiap kendaraan dinas yang akan berangkat keluar daerah wajib mengantongi izin dari Sekda, bahkan Walikota atau Bupati. Hal itu tentunya akan membuat kepala SKPD atau pejabat lainnnya untuk tidak sembarangan menggunakan mobil dinas keluar daerah.

Ketiga, sanksi yang dikenakan kepada pejabat yang menggunakan mobil dinas benar-benar harus diterapkan. Sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku yang sudah sangat jelas merugikan keuangan daerah dengan menggunakan fasilitas negara atau daerah untuk kepentingan pribadi.

Jangan Tonjolkan Gengsi

Menurut penulis ada beberapa hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam menganggarkan pengadaan mobil dinas saat ini. adanya sinyalemen mencurigakan dalam setiap penganggaran selalu menjadi trend topik di masyarakat. Keputusan pengadaan mobil dinas seringkali kurang menunjukkan kepekaan terhadap kondisi lingkungan masyarakat dimana pejabat itu berada.

Anggaran yang disahkan untuk pengadaan mobil dinas selalu mengenyampingkan kebutuhan yang menjadi acuan. Bahkan mata anggaran yang sangat besar lebih mengarah ke gengsi pejabat itu semata.
Gampang dibuktikan, jumlah anggaran yang disahkan untuk lembaga pemerintah itu selalu berada di atas rata-rata. Padahal jika diperhatikan pengadaan mobil dinas bisa dikurangi, dan bisa pula dibeli mobil dinas yang bisa mengangkut penumpang lebih banyak, lebih murah dan multifungsi. Efisein dan efektif bukan? stile atau gaya harus ditinggalkan. Sisa anggaran tersebut tentunya bisa dialihkan ke biaya pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya.

Selain itu penganggaran mobil dinas juga harus dibatasi. Tidak perlu pejabat di daerah ini menggunakan mobil dinas yang memiliki harga ratusan juta rupiah, sementara masyarakat masih menjerit dan bahkan masih ada yang kelaparan. Yang paling penting itu mobil dinas yang fungsional. Mulailah menjadi pelopor agar anggaran bisa dialihkan ke kebutuhan masyarakat, dan pejabat akan mendapatkan nilai positif dari masyarakat.


metrojambi.com
tanggal 20 oktober 2012
http://www.metrojambi.com/v1/home/kolom/11119-mobil-dinas-kebutuhan-atau-pemborosan.html 

Penulis adalah staf Pengadilan Agama Bangko (admin @SensorDotCom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar